Batu Bara,06/06/23. Seorang Guru harus bekerja secara Profesional, dengan tugas utama Mendidik, Mengajar, Membimbing, Mengarahkan, Melatih, Menilai dan Mengevaluasi Peserta Didik pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jalur Pendidikan Formal, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Tentang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Tugas tenaga pendidik tidak boleh diganggu gugat, atau dicampuri pekerjaan yang bukan karakteristik seorang guru.
Baik itu tenaga pendidik honorer/swasta atau aparatur sipil Negara, harus berfokus memberi kecerdasan pada generasi penerus bangsa. Menjamin Perluasan dan Pemerataan Akses Peningkatan Mutu dan relevansi, sehingga mampu menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan global.
Saat ini banyak ditemui tenaga pendidik mendapatkan tambahan tugas yang bukan kapasitas serta kapabilitas seorang guru. Sehingga tugas seorang pendidik seringkali terbengkalai dan merugikan anak didik atau orang tua. Sekali lagi tenaga pendidik harus dituntut profesional, pemerintah telah memberikan aturan promosi kenaikan pangkat, jenjang jabatan fungsional sesuai dengan tugas dan prestasi kerja maka tenaga pendidik harus berada di dunia pendidikan.
Seorang guru tenaga pendidik memiliki beban kerja mencakup kegiatan pokok, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing melatih peserta didik, melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.
Ditulis pada pasal 52 ayat 1 (3) pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, disebutkan Pemenuhan beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Maka dengan itu begitu beratnya seorang tenaga pendidik yang harus mencerdaskan generasi penerus bangsa tidak boleh diberikan tugas tambahan apalagi diluar dunia pendidikan.
Soefriyanto, mengatakan tenaga pendidik berfokus didalam mencerdaskan bangsa, bukan hanya itu, peserta didik harus mendapatkan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan, moral baik, kedisiplinan, serta agama. Begitu besar tanggung jawab seorang guru namun jangan beri tambahan pekerjaan yang akan menjadikan beban sehingga peserta didik dan orang tua dirugikan.
“Apalagi fenomena saat ini, kita akan memasuki tahun politik, jangan libatkan tenaga pendidik didalam politik,” terang Soefriyanto yang merupakan pimpinan media masa.
Tenaga pendidik, Guru yang berstatatus Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Honorer, dilibatkan sebagai Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa hingga di Kecamatan, itu artinya akan menambah beban tanggung jawab seorang guru.
“Seorang guru yang seharusnya cukup fokus di dunia pendidikan, ini malah dibebani dengan tugas dari KPU, menjadi PPS hingga PPK,” terangnya.
“Ada beberapa kasus seorang ASN guru yang dengan sengaja meninggalkan kelas belajar siswa hanya untuk urusan menjadi PPS di Desa, dan itu berulangkali, kepala sekolah pun tidak dapat berbuat apa-apa,” sambungnya.
Walaupun Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) memperbolehkan tenaga pendidik terlibat didalam pemilu, namun bertolak belakang dengan peraturan pemerintah serta undang-undang, yang harus berfokus didalam mencerdaskan bangsa.
“Apa tidak ada yang lain, jangan pilih seorang guru mendapat tugas dari KPU, pemerintah daerah juga jangan biarkan guru ikut menjadi PPS biarkan mereka fokus mendidik, kementerian pendidikan dan kebudayaan jangan biarkan seorang guru ikut berpolitik, Presiden Jokowi harus terbitkan Inpres bahwa seorang guru harus fokus mendidik siswa-siswi,” pungkasnya.